Pengalaman mengikuti AsiaSource 2005 di Bangalore, 28 Jan – 4 Feb Bagian III

Secara sepintas, India terlihat lebih memprihatinkan dari kita. Terutama dari segi infrastruktur seperti jalan, rumah penduduk, listrik, dll. Namun dari segi pendidikan, mereka lebih maju dan memiliki wawasan jangka panjang yang sangat baik, terutama di sisi IT.

Sehingga tidak berlebihanlah kalau di tahun2 yang akan datang, kita kalau masih seperti ini terus kebijakan pendidikannya, kita akan makin tertinggal jauh oleh India. Di India, pendidikan memiliki kebijakan2 yang sangat mendukung, seperti: harga2 buku lebih murah sampai dengan 70% dari disini.

Dan juga ada cerita menarik yaitu kami mengadakan kunjungan ke salah satu Sekolah Dasar Negeri di sebuah desa di Bangalore.

Apakah yang menarik dari sekolah dasar ini? Di sebagian besar kelas, siswa2nya duduk di lantai. Tidak ada meja kursi untuk mereka, tapi mereka mempunyai sebuah lab komputer dengan spesifikasi yang lumayan.

Baiklah kita bahas lebih jauh akan hal ini. Sebab saya melihat kita bisa banyak belajar dari hal ini. Pada hari kedua, panitia mengumumkan bahwa kita akan mengadakan kunjungan luar. Ada 2 pilihan, yaitu ke Pusat Industri Komputer India (semacam Silicon Valley), dan yang kedua adalah kunjungan ke sebuah sekolah dasar negeri. Kebetulan sebelum event ini, saya sempat melontarkan ide kunjungan ke sekolah di India, dan mendapat dukungan dari beberapa peserta lain. Sungguh beruntung bahwa panitia mengabulkan permohonan kita.

Nama sekolah yang akan kita kunjungi adalah Gandhi Elementary School No. …. (saya lupa angkanya sekitar puluhan gitu). Letaknya di sebuah desa di selatan Bangalore. Pukul 7.00 pagi kita berangkat dari Vishtar dan memakan waktu sekitar 1 jam. Ketika kita sampai di depan desa, kita telah disambut oleh wakil kepala sekolah. Namun ternyata kita mendapat kabar bahwa rombongan kita yang berjumlah 30 orang harus dipecah menjadi 2 group dan menjadi mengunjungi 2 sekolah. Sebab dikhawatirkan bila dalam 1 group saja dengan jumlah 30 orang tersebut akan mengganggu anak2 yang sedang belajar. Saya masuk ke dalam group pertama dan langsung turun di depan Sekolah Dasar tersebut. Group kedua tetap dalam bus dan berjalan lagi menuju sekolah kedua tidak jauh di desa itu juga.


Gambar-1-bus-1.jpeg
Rombongan sebelum berangkat. Yang memakai sweater merah adalah Stephanie Hankey dari Tactical Tech, disebelahnya yang berjaket coklat adalah Jean-Claude Dauphin dari Unesco.


Gambar-2-bus-2.jpeg
Suasana di dalam bus. Terlihat Sayamindu berdiri, lalu disebelah kiri adalah Sucharat "Yin" Sathapornanon dari Thailand (hanya terlihat lengannya. hehe..). Disebelah saya adalah Jeff Ooi dari Malaysia (tidak terlihat).

Hal pertama yang kita lihat di sekolah dasar ini adalah halamannya yang luas, walaupun tidak disemen atau dibatu, sehingga kalau turun hujan pasti sangat becek dan berlumpur. Dan juga sebuah patung setengah badan dari Mahatma Gandhi. Bangunan sekolah tersebar mengelilingi lapangan tersebut, seperti yang terlihat di dalam gambar-3-school-front-1, ruangan kelas, guru, kepala sekolah berada langsung di dekat monumen tersebut dan menghadap ke gerbang sekolah. Di sebelah kiri terdapat ruangan kelas dan dapur besar tempat memasak.


Gambar-2a-school-front-1.jpeg


Gambar-2b-school-front-2.jpeg
Sepeda motor Kepala Sekolah.


Gambar-2c-school-front-3.jpeg

Kita disambut oleh Wakil Kepala Sekolah dan Bapak Gurumurthy K dari Azim Premji Foundation. Beliau ini adalah Team Leader dari proyek kolaborasi dengan pemerintah propinsi Karnataka dalam hal penyediaan dan pengelolaan lab komputer di sekolah2 negeri yang ada di negara bagian Karnataka.

Ada yang menarik sekali dari sekolah2 dasar negeri di India, walaupun sarana-prasarananya prihatin, dimana anak2 terpaksa harus duduk di lantai untuk belajar karena kelasnya tidak memiliki meja dan kursi, namun mereka memiliki lab komputer! Sungguh terlihat sekali upaya pemerintah India di dalam menempatkan pendidikan IT di prioritas utama. Dan kita pun telah mengetahui bahwa kini India terkenal sebagai sumber dari programmer2 handal. Bahkan di tengah lesunya perekonomian dunia, banyak perusahaan dunia yang melakukan outsourcing programmer dari India.


Gambar-3-kelas-1.jpeg
Anak2 tetap bersemangat dan ceria walaupun belajar di lantai.


Gambar-4-kelas-2.jpeg
Disiplin.


Gambar-5-kelas-3.jpeg
Wajah ramah dan antusias dari murid2.


Gambar-6-kelas-4.jpeg
Bagi anak2 yang sudah agak besar kelasnya ada meja kursi. Terlihat tumpukkan kardus komputer dan monitor di belakang.


Gambar-7-kelas-5.jpeg
Rhodora Abano dari Philipina sedang berbincang dengan salah seorang guru mengenai kendala2 yang dihadapi sekolah.

Berbicara mengenai lab komputernya sendiri juga menarik. Sebab listrik di daerah tersebut terkenal tidak dapat diandalkan dan sering mati. Sebagai solusinya dipasanglah beberapa buah UPS buatan lokal yang uniknya walaupun bentuknya tidak terlalu besar tapi dapat menyediakan listrik untuk 4 buah PC selama sekitar 2 jam.

Mengenai program komputer untuk pelajarannya juga menarik. Programnya dibuat menggunakan Macromedia Shockwave. Yang sempat kita lihat demonya adalah yang untuk melatih daya ingat dan analitis murid dimana ditampilkan cerita-cerita saduran dari epic Ramayana. Juga mengingat ada beberapa bahasa yang berlaku, maka cerita tersebut dibuat dalam 4 buah bahasa, yaitu Inggris, Hindi (bahasa mayoritas), dan 2 lagi bahasa daerah tersebut.

Karena komputer yang ada di lab hanya sebanyak 4 buah, maka 1 buah PC digunakan oleh 3 orang murid, dan digunakan bergantian sampai seluruh murid mendapat giliran. Jadi ketika sebagian murid berada di dalam lab komputer, sebagian lainnya berada di kelas mengikuti pelajaran yang biasa.


Gambar-8-pc-lab-1.jpeg
Suasana di dalam lab komputer.


Gambar-9-pc-lab-2.jpeg
Raghu dari Mahiti sedang bertanya2 ke murid.


Gambar-10-pc-lab-3.jpeg
Gurumurthy (kedua kanan) sedang memberikan penjelasan mengenai kolaborasi antara Azim Premji Foundation dan pemerintah propinsi Karnataka.

Kesan2 yang dapat saya rasakan setelah melihat dengan mata kepala sendiri kondisi salah satu sekolah negeri di India adalah:

  • Walaupun sarana prasarananya prihatin, tapi kemauan belajar, sikap, dan perilaku murid2nya sungguh mengesankan.
  • Materi pelajaran di komputernya sangat bagus. Gambar dan animasinya halus, juga disertai dengan musik dan sound effect sehingga menarik minat anak.

Setelah berkunjung ke kelas dan lab komputer, kita semua menuju dapur di sebelah kiri sekolah. Disini terdapat kuali dan panci besar untuk memasak makan siang murid2.


Gambar-11-dapur-sekolah-1.jpeg
Para kru dapur ramah menyambut kami.


Gambar-12-dapur-sekolah-2.jpeg
Bayangkan berapa liter beras yang bisa dimasak di dalam kuali sebesar itu.


Gambar-13-dapur-sekolah-3.jpeg
Bahan-bahan yang akan dimasak, seperti terlihat: bawang bombay besar dipotong-potong, bawang merah (atas), dan daun bawang. Serba bawang 🙂

Setelah semuanya selesai, sambil menunggu bus datang, kami semua disuguhi kelapa segar oleh Kepala Sekolah. Dan yang menarik, kelapa dibuka langsung saat itu juga oleh seorang bapak yang sangat mahir. Dengan parang di satu tangan, dan kelapa di tangan satunya lagi dibukanya kelapa dengan cekatan dan cepat.


Gambar-14-school-kelapa-1.jpeg
Syuuutt… dess.. crack.. kelapa pun terbuka. Kami semua ngeri melihatnya. Khawatir kalau sampai meleset…


Gambar-15-school-kelapa-2.jpeg
Dari kiri ke kanan: Poornima, Sayamindu, Javier, Kiran, Jean-Claude. Terlihat Javier menggaruk kepalanya mungkin heran bagaimana caranya memakan isi kelapa. Kita baru tahu kemudian bahwa setelah airnya habis, kita dapat meminta bapak yang memegang parang untuk membelah kelapa sehingga kita bisa mengorek isinya menggunakan serpihan batok kelapa.

Ada kisah unik selama kunjungan ke sekolah ini, yaitu "diculiknya" saya oleh salah seorang staf sekolah sehingga saya ketinggalan bus. Cerita begini, setelah selesai makan kelapa, sambil menunggu bus jemputan, saya berbincang2 dengan para guru dan staf sekolah. Kemudian datang seorang Bapak tinggi besar mengendarai motor Honda. Bapak ini ternyata walaupun terlihat "seram" tapi ternyata sangat bersahaja dan ramah, namun ia tidak dapat berbahasa Inggris, jadi rekan2nya menterjemahkan. Saya bertanya2 mengenai motornya dan juga bercerita mengenai Yamaha RX-King saya. Iya kemudian menawarkan saya untuk mencoba motornya tersebut, saya menolak dengan halus tapi ia tetap mendesak. Saya terus menolak, tapi entah mengapa, tiba2 ia menarik tangan saya, dan mengajak naik membonceng motornya. Disinilah awal terjadinya "penculikan" tersebut, karena saya salah paham. Saya kira saya diajak untuk mencari salah seorang guru di rumahnya dekat sekolah yang sedang kita tunggu2. Saya menengok ke sekeliling saya mencari jawaban apakah benar kita akan mencari guru tersebut, dan semua orang mengangguk sambil memberikan gesture agar saya naik ke motor Bapak itu. Yah sudah deh, akhirnya saya naik dan kita segera keluar dari halaman sekolah masuk ke jalan yang ada di seberang sekolah. Kita ternyata memasuki perkampungan penduduk sekitar situ. Cukup lama, sekitar 5 menitan. Selama perjalanan sang Bapak menyapa penduduk yang sedang duduk di depan rumah menggunakan bahasa daerah setempat. Sampai saat itu saya masih mengira bahwa kita mencari sang guru, sampai akhirnya kita tiba di sebuah rumah, dan kita masuk ke dalamnya. Ternyata ia mau menunjukkan proses pemeliharaan ulat sutera. Ia meraup segenggam ulat sutera dari sebuah nampan bambu dan menaruhnya di tangan saya. Alamak! Ulat2 itu berwarna kuning keputihan sebesar kelingking. Saya segera menaruhnya kembali ke nampan. Bukannya takut sih, tapi geli aja… hehe… tapi sebenarnya bersih mereka, sebab dipelihara dengan baik dan diberi Sayang saya tidak sempat mengambil beberapa buah foto. Setelah itu kita kembali ke sekolah, dan ternyata…. busnya telah pergi! Saya sempat deg2an, tapi ternyata Bapak Wakil Kepala Sekolah telah menunggu kami dan berbaik hati menggunakan mobilnya untuk mengantar saya ke tempat makan dimana bus menunggu. Wuih, ngebut banget mobilnya, dimana yang bikin ngeri salah seorang guru yang ditugasi mengendarai mobil dengan santainya menggunakan satu tangan saja memegang kemudi.


Gambar-16-foto-dgn-bajaj1.jpeg
Hehe….

Ok deh, kira2 demikian yang dapat saya sampaikan mengenai kunjungan ke salah satu Gandhi Elementary School di India selama mengikuti Asiasource 2005. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan dan sangat mengesankan. Sebenarnya masih ada yang ingin saya ceritakan masih mengenai pada hari itu, tapi sebaiknya kita bahas di tulisan berikutnya yah mengingat panjang tulisan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, dimana hikmahnya adalah kita harus sadar diri dan tidak terlena dengan buaian makmurnya alam negeri kita, dimana disaat yang sama bangsa lain terus bekerja keras memajukan pendidikan dan kesejahteraan rakyatnya untuk mendapat tempat terhormat di lingkungan dunia.

v.1.0 by ari_stress a.k.a tiger74 a.k.a Fajar Priyanto
Jakarta, 14 April 2005. fajarpri at arinet dot org
Penulis adalah Microsoft Certified Professional, yang jatuh cinta kepada Linux. Bekerja di sebuah lembaga pendidikan di Jakarta

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *